
Bruder Agus Sekti, awal pertama kali samusk SAWAH aku ngerasa nih Bruder punya wibawa gede banget, dan ternyata emang bener. Seberapa seorang kepala asrama, dia itu kayak gembala, yang mengenal domba - dombanya, halah sok tau banget yah gue. Ada satu pengalaman yang bikin aku gag akan pernah lupa dengan sosok beliau yang sekarang sudah bekerja sebagai Kepala Sekolah di daerah Semarang. Selama tiga bulan aku mencoba untuk beradaptasi di sana, dan alhasil aku ngerasa udah cukup, karena aku baru sadar bahwa kehidupan SAWAH bukanlah kehidupanku. Kehidupanku yang dulu dalah kehidupanku yang sebenernya, kehidupan penuh dengan hiburan, penuh dengan permainan, dan gag monotone. Seketika itu juga aku melapor dengan pamongku saat itu sekaligus yang punya SAWAH. Aku ingin beliau menyelesaikan masalah ini dengan mengundang orang tuaku ke SAWAH.
Memang saat itu aku diam - diam menghubungi papa yang lagi ada di Jakarta, menjenguk eyang yang lagi sakit, papa pun langsung datang mengambil penerbangan malam Jakarta _ Jogja, hanya untuk kasus sepele. Papa pun datang ke SAWAH yang tanpa sepengetahuanku si pemilik sawah melarang papa untuk masuk dan menemuiku. Berjam - jam aku menunggu di pos satpam, ternayta papa gag kunjung datang, marah, emosi udah campur aduk.
Malam harinya, tepat sesudah makan malam, ada sebuah pesan dari teman refterku. " Ya, ntar abis makan malam, lu disuruh ke ruang Kepala Asrama.". Dalam benakku, aku gag ngerasa takut, karena ini adalah proses sebuah penyelesaian, dan akhirnya aku pun datang. Seorang Bruder tinggi, berkacamata, dan menjadi idaman para ASPI ini menatapku penuh dengan kasih sayang, dan serasa gag ada masalah apa - apa. Di sana aku menceritakan segalanya. Aku menceritakan kepenatanku berada di SAWAH ini.
Dan apa yang beliau lakukan, seorang Bruder Agus Sekti hanya berkata, itu adalah sebuah proses, di mana kamu belum emnemukan apa yang kamu suka di SAWAH. Beliau mengumpamakan aku sebagai seorang batang yang berdiri tegak dengan ribuan karet gelang masalah yang selalu aku tumpuk, dan tak pernah aku selesaikan.
Cukup dengan beberapa patah kata, aku mulai sadar yah ... aku gag akan meneruskan perjuanganku ini untuk keluar dari SAWAH ini.
Bruder, gag akan pernah aku lupakan kasih sayang bapakku selama di SAWAH, semanagat, dan motivasi yang Bruder tanam dalam diriku. Itu akan menjadi bekalku menuju masa depan yang mungkin akan penuh dengan karet - karet gelang yang bukan untuk didiamkan melainkan untuk aku selesaikan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar